Aku Menulis Maka Aku... ADA


Tradisi Menulis Orang Besar

“Aku tidak ingin membuat buku, Aku hanya ingin melahirkan penulis buku.” Sebuah ungkapan bijak ini pernah terlontar dari seorang ulama. Dunia mengenal namanya sebagai Hasan Al Banna. Seorang mujahid luar biasa, pemimpin pergerakan Ikhwanul Muslimin. Sebuah organisasi dakwah dan politik yang tersebar hampir di 70 negara. Di bawah asuhan beliau, bukan hanya melahirkan para generasi mujahid. Tapi juga menghasilkan buah karya besar yang bisa dinikmati kaum muslimin hari ini.
Benar beliau tidak menulis buku. Tapi para pengikutnya terus menyebarkan gagasan dan menulis buku. ” Risalah Pergerakan” muncul sebagai salah peninggalan emas Ustadz Hasan Al Banna. Kumpulan tulisan yang berhasil memotivasi orang menulis dan menanamkan semangat mengamalkan nilai Islami. Sebuah inspirasi bagi penerus beliau untuk memperjuangan Islam dengan pena. Tak heran kalimat di dalamnya berhasil menggerakkan hati para pengikutnya. Mereka berjuang, bergerak dan banyak mewarisi pemikiran Hasan Al Banna .

Dia tidak meninggalkan warisan harta. Tapi lebih tinggi dari itu, beliau mewariskan buah pemikiran yang abadi. Penanya tidak mengering dan terus membasahi alam pikiran generasi sesudahnya. Gelora semangatnya membantu murid – muridnya melahirkan karya baru. Terbitlah ”Halal dan Haram” karya Yusuf Qaradhawi. Sebuah buku garis pemisah perintah dan larangan Allah. Tak menulis buku, tapi melahirkan penulis buku. Itulah prinsip Hasan Al Banna. Pada masa sekarang tradisi itu diteruskan Anis Matta. Seorang politisi DPR/MPR yang tidak berhenti memotivasi orang lain dengan gagasan besarnya. Tak ada sebuah tulisan yang dibuatnya khusus menjadi buku. Tapi begitu banyak buah pena beliau di berbagai majalah yang menjadi buku. Subhaanallah, begitulah cara para penulis besar membagi gagasannya dengan orang lain.

Menulis Untuk Melawan

Bagaimana orang mengenal Imam Hanafi, Malik, Hambali, Syafi’i?. Jika pertanyaan itu diajukan kepada Anda, berbagai jawaban akan lahir. Tapi ada suatu jawaban pendek : mereka ada karena mereka menulis. Setiap karya fiqih mereka dibukukan dan dicetak ulang. Manusia zaman sekarang tak bertemu mereka, tapi bisa melihat dan membaca gagasan para imam tersebut. Bayangkan jika tak dituliskan, mungkin kita tidak akan bisa merasakan pemikiran fiqih para ulama itu.

Pena menggerakkan hati para ulama. Tak hentinya produktivitas menulis ditumbuhkan. Beragam ilmu terus digali. Demi satu tujuan bagaimana mencerdaskan umat. Setiap masalah dibahas bahkan sampai hal terperinci. Ketika terdapat suatu kesalahan pada sebuah buku, tak sungkan saran para ulama faqih lain dipertimbangkan. Sebuah koreksi diterima dengan lapang hati. Mereka sadar, menulis adalah pelestarian sarana dakwah.


Menulis sendiri menuai banyak manfaat. Dengan menulis manusia dibiasakan membaca alam dan buku. Fenomena alam dan sosial diceritakan melalui bahasa verbal. Makin banyak menulis, kepekaan sosial semakin terlatih. Menulis juga membudayakan kebiasaan berpikir. Sebab penulis terbiasakan membaca buku, berpikir kemudian menuangkan gagasan dalam alam pikiran.

Bagi sebagian penulis Islam, menulis adalah alat perlawanan. Lihat bagaimana Herry Nurdi menulis, tulisannya mampu menumbuhkan semangat melawan Israel. Setiap gejala sosial penindasan menciptakan inspirasi berbagi sesama muslim lainnya. Tragedi Pattani menggugah kesadaran beliau menulis ada penindasan besar melanda muslim Pattani. Kesadaran hampir sama terdapat pada sosok Cahyadi Takariawan. Ustadz dari Yogya berusaha membendung peradaban Yunani. Beliau kemudian membuat buku ”Dialog Peradaban”. Sebuah refleksi atas kegagalan budaya Barat dan Yunani membendung arus besar pemikiran dan peradaban Islam.

Prinsip menulis adalah alat perlawanan juga menggerakkan hati Najib Kailani. Sastrawan dan sejarawan asal Mesir yang produktif menulis. Berbagai kisah sejarah berhasil diramu ringan dalam bentuk novel. ”Bayang – Bayang Hitam”, sebuah novel sejarah yang melukiskan kisah perjuangan Kaisar Iyasu di Ethiopia. Beliau berjuang menegakkan prinsip hidup seorang muslim dalam lingkungan Kristen. Sejarah keindahan Islam berhasil diluruskan sehingga pembaca tahu bagaimana sejarah Islam yang benar. Tak ketinggalan Ustadz Ferry Nur dalam buku ”Palestina, Pertanyaan Berjawab”. Dikisahkan bagaimana sejarah peran Palestina sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Tak ketinggalan berbagai macam alasan fundamental mengapa Palestina harus merdeka. Setiap tulisan bertabur semangat perlawanan terhadap keangkuhan Israel.

Seorang Muslim Harus Menulis

Ada sebuah penelitian menarik dari James Pennebaker, profesor psikolog di Southern Methodist University. Menurut Pennebaker, menulis perasaan akan menimbulkan pengaruh positif bagi kesehatan dan kekebalan tubuh. Orang yang terbisa menulis buku harian teruji dan terbukti kekebalan tubuhnya dibandingkan orang yang tidak memiliki buku harian (menulis).


Menulis di mana saja dan kapan saja. Jika anda melihat timbul aliran sesat, buat tulisan dan kirim opini ke media massa. Tradisi ini dikembangkan Ustadz Rahmat Abdullah. Sekedar contoh lain, jika anda tidak setuju masalah terorisme. Buatlah sebuah tulisan di mading kampus, facebook dan blog pribadi anda atau organisasi. Tulisan berpotensi mempengaruhi publik dan menggalang opini masyarakat. Selama penulis yang mengabarkan kebenaran (al haq) terus mengeksistensikan dirinya, niscaya tulisan yang menebarkan kebencian terhadap Islam (al batil)akan terus mendapatkan perlawanan.

Anda, saya dan kita setiap muslim harus menulis.

Menulis dapat menjadi sarana ampuh memperjuangkan kepentingan umat Islam. Saat ini banyak bermunculan buku yang mendiskreditkan kaum muslimin. Berita di televisi tak henti menjelekkan Islam. Konspirasi global berlangsung tiap detik. Para orientalis dan kaum Islam liberal terus meracuni pemikiran umat. Mereka membuat buku untuk mendoktrinkan dan menyebarkan gagasan yang dianut dan diperjuangkan.


Kita tidak selayaknya diam. Apa yang ditulis pena seorang da’i sekecil apapun, akan sangat bermanfaat. Sudah seharusnya kita melawan, berjihad dengan pena. Tegakkan Islam di hatimu, niscaya Islam akan tegak di muka bumi. Tidak ada kata telat, Islam menunggu pena menari di atas kertas. Kau masih muda untuk sekedar mengatakan terlambat. Setiap kata, berganti kalimat dan terbentuk sebuah buku. Buku engkau akan semakin memperkaya khasanah pemikiran dan membuka mata dunia tentang keagungan cita rasa Islam.

Terus bergerak mujahid pena, diam berarti mati.

Inggar Saputra

Temui Inggar di blognya… http://koizumiyusuke.multiply.com/

Jakarta, Kamis 18 Maret 2010

No Response to "Aku Menulis Maka Aku... ADA"

Posting Komentar